infoSurabaya | Surabaya -Ratusan warga Surabaya yang tergabung dalam Aliansi Penghuni Tanah Surat Ijo menggelar aksi pada Hari Pahlawan, 10 November 2025. Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto turun tangan menyelesaikan konflik agraria yang belum tuntas puluhan tahun.
Saleh Alhasni ketua Aliansi Korban Surat Ijo Surabaya, mengaku sengaja menggelar aksi di depan kantor gubernur Jawa Timur, berharap Gubernur Khofifah Indarparawansa, membantu menyelesaikan sengketa masalah surat ijo ini dengan menyampaikan masalah ini langsung ke Presiden Prabowo Subianto.
“ Kami inginkan gubernur jawa timur dimana berdasarkan PP nomer 33 tahun 2018 tentang tugas dan wewenang dari pemerintah pusat, seharusnya beliau dari PP ini, bisa mendengar dan membatu masyarakat tentang pemerintah kota Surabaya yang bekerja tak sesuai dengan undang undang agraria,” katanya.
Konflik agraria terkait tanah “Surat Ijo” di Kota Surabaya kembali mencuat pada peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11/2025). Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Penghuni Tanah Surat Ijo Kota Surabaya menggelar aksi damai bertajuk “Aliansi Aksi 10 November Wadul Presiden Prabowo” untuk mendesak penyelesaian status tanah yang mereka tempati selama puluhan tahun.
Aksi dimulai sejak pukul 09.00 WIB di Monumen Tugu Pahlawan, diikuti sekitar 500 peserta, kemudian dilanjutkan menuju Balai Kota Surabaya. Massa membawa berbagai spanduk dan poster tuntutan agar pemerintah pusat, khususnya Presiden Prabowo Subianto, turun tangan menuntaskan persoalan agraria yang tak kunjung selesai.
Koordinator aksi, Satryo Kendro, menegaskan perjuangan warga pemegang Izin Pemakaian Tanah (IPT) merupakan upaya panjang untuk mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang mereka tempati.
“Aksi ini kami gelar agar jelas mana tanah milik Pemerintah Kota Surabaya dan mana tanah negara yang diakui sepihak tanpa SKHPL dari Menteri Agraria,” ujar Satryo di lokasi aksi.
Satryo menilai praktik domein verklaring atau klaim sepihak terhadap tanah warga oleh Pemkot Surabaya sudah berlangsung lama, sejak masa Wali Kota Sunarto hingga Eri Cahyadi. Ia menuding pemerintah kota tidak pernah melakukan identifikasi asal-usul tanah yang diklaim sebagai aset daerah.
Sementara itu, Koordinator Lapangan Yudie Prasetyo menambahkan, perjuangan warga penghuni tanah “Surat Ijo” sudah dimulai sejak tahun 1997. Ia menyebut, penerbitan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pemkot Surabaya cacat hukum karena tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur Menteri Agraria.
“Kalau tanah sudah diduduki rakyat, seharusnya pemerintah mengganti rugi atau mengurangi luas tanah yang dimohonkan. Itu tidak pernah dilakukan,” tegas Yudie.
Dalam aksi tersebut, aliansi menyampaikan dua pokok tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto, yaitu pertama tanah yang diklaim sebagai aset Pemerintah Kota Surabaya sebenarnya merupakan tanah partikelir yang sudah beralih menjadi tanah negara. Dan kedua tanah peninggalan Belanda yang ditinggalkan pemiliknya dan kini dihuni masyarakat tidak seharusnya dikategorikan sebagai aset pemkot.
Aliansi berharap pemerintah pusat dapat meninjau ulang status tanah “Surat Ijo” agar ribuan warga mendapatkan kejelasan hukum dan kepastian hak atas tempat tinggal mereka.
“Kami hanya ingin keadilan agraria ditegakkan di Kota Pahlawan,” pungkas Satryo.(bro)
- Dipublikasi Pada 11 November 2025
- Baru Saja di Update Pada November 20, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
