Infosurabaya I Surabaya– Pendapatan daerah Provinsi Jawa Timur pada Rancangan APBD 2026 diproyeksikan mengalami penurunan signifikan sebesar Rp2,8 triliun, menjadi Rp26,3 triliun.
Penurunan ini terutama disebabkan oleh pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat, yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur menekankan bahwa target pembangunan daerah harus tetap tercapai sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2026.
Baca Juga : Sekda Jatim: Program Prioritas Tetap Berjalan Meski APBD 2026 Turun
Juru bicara Banggar, Erick Komala, menyampaikan bahwa telah disepakati adanya kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp215 miliar setelah pembahasan, dengan kontribusi utama dari pajak daerah, retribusi, dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
“Kita perlu mengubah pendekatan pengelolaan PAD, bukan hanya mengejar pajak, tapi memperbaiki aset dan BUMD agar lebih produktif,” paparnya. Rabu (12/11/2025).
PAD Jawa Timur pada tahun 2026 diproyeksikan mencapai Rp17,45 triliun, atau 66 persen dari total pendapatan daerah. Meskipun demikian, Banggar mengingatkan bahwa pertumbuhan PAD yang hanya naik 2 persen masih di bawah level moderat 5 persen, sehingga diperlukan kebijakan reformatif dalam pengelolaan aset dan kekayaan daerah.
Penurunan TKD sebesar 24 persen menuntut pemerintah daerah untuk lebih efisien dan berinovasi dalam strategi fiskal. Banggar mendukung langkah Gubernur Jawa Timur untuk memperjuangkan kenaikan DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT) dari 3 persen menjadi 5 persen, mengingat kontribusi besar Jawa Timur terhadap penerimaan cukai nasional.
Banggar merekomendasikan optimalisasi digitalisasi pajak, penguatan pengelolaan aset daerah oleh BPKAD, serta revitalisasi BUMD agar lebih efisien dan menghasilkan dividen lebih besar. Belanja daerah tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp27,21 triliun, dengan komposisi belanja operasi mendominasi sebesar 75 persen dari total belanja.
APBD 2026 diperkirakan mengalami defisit Rp916,7 miliar, yang akan ditutup dengan pembiayaan netto dari perkiraan SiLPA 2025 sebesar Rp925 miliar. Banggar mengingatkan agar tren belanja operasi tidak memperlebar inefisiensi struktural, dan belanja modal harus diarahkan pada proyek prioritas di daerah-daerah yang membutuhkan.
Penataan ulang manajemen kas dan disiplin penyerapan anggaran juga menjadi perhatian utama. Banggar merekomendasikan agar TAPD memperkuat sistem e-Monev, memperbaiki koordinasi antar-OPD, serta memastikan realisasi kegiatan tepat waktu dan tepat mutu. “Ke depan, SiLPA jangan dijadikan sandaran untuk menutup defisit, tapi indikator efisiensi dan efektivitas pelaksanaan APBD,” tukasnya.(Kdm)
- Dipublikasi Pada 14 November 2025
- Baru Saja di Update Pada November 14, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
