infoSurabaya| Surabaya- Bonek julukan supoter Persebaya Surabaya, begitu melekat mendalam di hati Prof. Sukadiono mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya. Baginya, bonek bukan hanya sekeder nama, tetapi memiliki arti filosofi yang mendasar di kehidupan. Bonek yang merupakan kepanjangan dari kata bondo nekat atau modal nekat, memilki arti sebuah keinginan kuat yang harus diraih, meski dengan modal terbatas.
Betapa tidak, dengan semangat boneknya, Prof. Sukadiono, dari anak seorang mantan pemain bola, di sebuah desa Njuwet, Kedunglosari, Tembelang, Jombang, kini menjadi, Guru Besar Fisiologi Olahraga di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya). Bahkan ia, juga dipercaya menjabat, Deputi II Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Sukadiono lahir di Jombang pada 18 Desember 1968, Suko, sapaan akrabnya, tumbuh ditempa tiga “lapangan” yaitu lapangan bola, lapangan dakwah, dan lapangan ilmu.
Dari sang ayah yang mantan pemain bola, dia mewarisi cinta pada olahraga, dari para guru dan tokoh kampung, ia belajar bahwa ilmu dan adab berjalan seiring.
Lengkap sudah, karakter kuat yang dimiliknya. Sebagai Bonek, ia sangat menggemari Persebaya Surabaya di waktu remaja. Bahkan dari Jombang, ia rela jauh jauh datang ke stadion Gelora 10 November untuk menyaksikan pertandingan, Muharom Rusdiana, Seger Sutrino dan kawan kawan untuk menghacurkan lawan-lawannya.
Meski tak menjadi pemain bola, Sukadiono remaja pernah bermimpi menjadi insinyur di Institut Teknologi Bandung, namun takdir justru mengantarnya ke Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Di bangku kuliah kedokteran ini , ia menekuni kesehatan, terutama yang berhubungan dangan dunia olahraga. Hingga menjadi guru besar, ia meneliti strategi sodium bicarbonate, untuk tingkatkan performa atlet.
Kecintaannya di dunia olah raga tak perlu diragukan, hingga membuat perjalanan akademisnya, kini menempatkannya sebagai Guru Besar Fisiologi Olahraga Fakultas Kedokteran UMSurabaya .
Sebelum menggapai, capaiannya saat ini , pada 2012, amanah besar datang. Ia menjadi Rektor UM Surabaya, tiga periode berturut-turut hingga akhir 2024. Ia menafsirkan jabatan bukan semata kursi, melainkan kerja kolektif untuk tumbuh bersama. Di bawah kepemimpinannya, UM Surabaya berlari cepat dan mencitrakan diri sebagai “Kampus Sejuta Inovasi”.
Salah satu terobosannya, bermitra dengan Persebaya, salah satu klub sepak bola terbesar di Indonesia. Langkah ini bukan gimmick belaka. Ia turut andil dalam perjuangan bonek untuk mengembalikan nama Persebaya Surabaya agar diakui PSSI, ditengah dualisme Persebaya, dan carut marut tata kelola sepak bola Nasional, yang merugikan tim kebanggaannya sejak kecil. Di kampusnya, ia memberi wadah untuk bonek berkumpul dan berdiskusi menyuarakan aspirasi perjuangannya. Bahkan, ia memberikan program bea siswa khusus untuk bonek yang ingin kuliah.
Tak sampai disitu, ketika Persebaya dilanda krisis akibat pendemi covid-19 di tahun 2020, yang mengakibatkan kompetisi dihetikan satu musim, UMSurabaya di bawah kepemimpinannya, tepat setia mendampingi Persebaya. Kerjasama antara Persebaya dan UMSurabaya mencakup aspek sport science, di mana UMSurabaya berperan sebagai laboratorium untuk pengembangan metode dan praktik sepak bola bagi tim Persebaya tetap berlanjut.
Kerjasama ini, juga mencakup bidang pendidikan dan beasiswa bagi atlet, serta menjadi sponsor di jersey Persebaya sejak tahun 2020. UMSurabaya juga menawarkan program magang dan menjadi “rumah kedua” bagi atlet Persebaya untuk melanjutkan pendidikan. Kini tak hanya atlet sepak bola saja, tetapi seluruh atlet cabang olah raga lain, mulai rame kuliah di kampus ini.
“Saya berharap kedepan masa depan atlet atlet yang telah berjuang menghrumkan, nama bangsa dan daerahnya, dimasa tuanya atau pensiun dan tak lagi menjadi atlet, tak terlantar dan kesulitan untuk mencari pekerjaan. Dengan membuka lebar pintu kuliah bagi atlet , setidaknya bisa memberi bekal bagi para atlet untuk modal dimasa pensiunya. “ kata Sukadiono ketika meneriman salah satu pemain Persebaya yang mendaftar kuliah kala itu.
Menurutnya , ini salah satu subangsih dirinya, untuk tim yang dicintainya khususnya bagi para atlet sendiri. Ia pun bangga menjadi seorang bonek yang bisa berbuat sedikit untuk tim kebanggaannya, ditengah stigma buruk yang belum bisa lepas dari bonek selama ini.
Bagi Suko, yang sejak kecil akrab dengan lapangan sepak bola, olahraga adalah bahasa universal yang menembus sekat. Di lapangan hijau, kampus menghadirkan wajah baru, dekat dengan anak muda, sekaligus menyediakan ekosistem bagi mahasiswa-atlet untuk berprestasi akademik dan sportif.
Dari situ lahir para atlet yang kelak membela Tim Nasional buah dari kombinasi fasilitas, pembinaan, dan kultur apresiatif.
Namun, dukungan Suko pada atlet tidak berhenti di dokumen kebijakan. Ia hadir di pinggir lapangan latihan, mengantar ke turnamen, menyapa satu per satu, memberi motivasi, dan merayakan podium juara. Bahkan ia tak segan-segan membeli sebuah klub sepak bola yang berlaga di liga dua.
Keterlibatan personal itulah, yang membuat para atlet merasa memiliki “rumah kedua” di kampus. Kepakarannya sebagai Guru Besar Fisiologi Olahraga membuatnya memahami bukan hanya kebutuhan fisik, tetapi juga beban mental dan motivasi atlet.(bro)
- Dipublikasi Pada 25 Agustus 2025
- Baru Saja di Update Pada November 20, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
