Surabaya (( Info Surabaya)) – Di tengah dinamika revisi regulasi pendidikan dan meningkatnya tekanan terhadap profesi guru, Senator DPD RI Jawa Timur Lia Istifhama menegaskan kembali komitmennya memperjuangkan martabat pendidik sebagai pilar peradaban bangsa. Momentum Hari Guru 2025 baginya bukan sekadar seremoni, tetapi penanda bahwa negara masih memiliki pekerjaan besar dalam melindungi para pengabdi ilmu.
Pada peringatan Hari Guru Nasional 2025, Ning Lia kembali menempatkan isu pendidikan sebagai agenda utama perjuangannya di Senayan. Dengan latar kuat tradisi pesantren, ia mengingatkan bahwa pendidikan Indonesia tidak hanya berdiri di atas kurikulum dan teknologi, tetapi juga adab, penghormatan, dan keberpihakan terhadap guru.
Sebagai anggota Komite III DPD RI, Ning Lia menyoroti masih banyaknya persoalan struktural yang menempatkan guru dalam posisi rentan. Mulai dari kriminalisasi akibat miskomunikasi di kelas, ancaman kehilangan hak tunjangan akibat kesalahan administratif, hingga beban laporan yang berlebihan.
“Guru seharusnya hadir sepenuhnya untuk mendidik, bukan hidup dalam kekhawatiran karena sistem yang belum memihak,” tegasnya. Ia bahkan mengangkat pengalaman pribadi saat tunjangan profesinya tertahan 10 bulan selama pandemi sebagai bukti bahwa pembenahan sistem tidak boleh ditunda.
Selain itu, birokratisasi pendidikan yang membebani pendidik juga menjadi salah satu fokus kritiknya. Menurut Ning Lia, guru hari ini lebih sering berhadapan dengan laporan ketimbang ruang kelas. “Kita kehilangan esensi. Pendidikan adalah pengasuhan intelektual dan pembentukan karakter, bukan sekadar administrasi,” ujarnya.
Salah satu advokasi strategis Ning Lia adalah penguatan pendidikan inklusi. Ia menekankan perlunya BOS khusus bagi sekolah inklusi agar layanan bagi anak berkebutuhan khusus tidak tergantung pada kemampuan internal sekolah. Bagi Ning Lia, inklusi bukan sekadar program teknis, tetapi komitmen moral menuju Indonesia Emas 2045.
“Bangsa besar adalah bangsa yang memberi ruang bagi semua anak untuk belajar. Inklusi adalah ukuran peradaban,” ungkapnya.
Tak hanya itu, ia juga mendorong kebijakan zonasi penempatan guru, terutama untuk menghindari risiko kecelakaan akibat perjalanan jauh yang sering dialami guru honorer maupun ASN. Zonasi dinilai mampu menciptakan hubungan sosial yang lebih organik antara pendidik dan lingkungan belajar.
Ning Lia menegaskan bahwa hubungan murid dan guru tidak dapat dilepaskan dari nilai adab dan restu, sebagaimana tradisi pesantren yang diwariskan ayahnya. Pendidikan, baginya, selalu berjalan melalui energi keteladanan, kasih sayang, dan penghormatan.
Dengan rekam jejak advokasinya selama satu tahun di DPD RI, Ning Lia dipandang sebagai salah satu senator yang paling konsisten mengawal isu pendidikan. Ia menutup refleksi Hari Guru dengan pesan bahwa perbaikan sistem pendidikan tidak boleh berhenti pada wacana.
“Indonesia tidak akan maju bila guru terus dibebani, dipinggirkan, atau tidak dilindungi. Guru adalah cahaya peradaban. Dari tangan mereka lahir generasi Indonesia Emas—berpengetahuan, beradab, dan berkarakter.”
Continue Reading
- Dipublikasi Pada 24 November 2025
- Baru Saja di Update Pada November 24, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
