Infosurabaya I Surabaya – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa seorang ibu rumah tangga berinisial IGF (32), dengan pelaku AAS (40), suaminya sendiri, tengah menjadi sorotan publik. Video viral yang memperlihatkan dugaan tindakan penganiayaan oleh AAS terhadap IGF viral di media sosial dan memicu kemarahan warganet.
Andrian Dimas Prakoso, kuasa hukum IGF, menjelaskan bahwa serangkaian tindakan kekerasan yang dilakukan oleh AAS telah terjadi sejak 15 Desember 2023 dan berlanjut hingga September 2024. Puncaknya terjadi saat IGF tengah hamil besar pada tahun 2024, di mana kekerasan fisik kembali terjadi. Tragisnya, pada Januari 2025, setelah anak kedua mereka lahir, penganiayaan kembali terjadi di depan kedua anak yang masih di bawah umur.
“Dari bukti CCTV rumah, terlihat jelas bahwa penganiayaan itu dilakukan di depan anak-anak korban,” ujar Andrian saat memberikan keterangan pers di Surabaya, Rabu (20/8/2025).
Baca Juga : Pemerintah Beri Pendampingan ke Korban dan Terduga Pelaku Penganiayaan di SMP 3 Doko
Pihak korban telah melaporkan kasus ini ke Polrestabes Surabaya pada 18 Agustus lalu. Andrian mengapresiasi respons cepat dan pelayanan ramah dari Unit PPA Polrestabes Surabaya. Setelah laporan diterima, IGF langsung menjalani visum fisik di rumah sakit yang difasilitasi oleh pihak kepolisian.
Selain kekerasan fisik, IGF juga mengalami kekerasan psikis yang menyebabkan luka mendalam. Kuasa hukum korban juga menyinggung adanya bukti video yang menunjukkan luka-luka yang dialami oleh IGF. “Klien kami mendokumentasikan setiap luka yang dialaminya sebagai bukti,” ungkap Andrian.
Lebih lanjut, Andrian menjelaskan bahwa IGF baru berani melaporkan kasus ini karena sudah tidak tahan dengan perlakuan suaminya. IGF juga telah memutuskan untuk berpisah dari AAS.
“Harapannya ada perbaikan sifat dari pihak suami, tapi ternyata tidak ada. Makanya klien kami akhirnya berani bersuara dan menempuh jalur hukum,” tegasnya.
Kasus ini semakin rumit ketika terungkap bahwa IGF dipaksa menandatangani surat pelepasan hak asuh anak oleh AAS. Pemaksaan ini terjadi di dalam mobil, di mana IGF merasa terintimidasi untuk menuruti permintaan suaminya.
“Dari video yang kami miliki, terlihat jelas bahwa klien kami dipaksa untuk menandatangani surat pelepasan hak asuh anak,” imbuh Andrian.
Saat ini, anak pertama IGF masih berada di bawah pengasuhan AAS, sementara anak kedua ikut bersama IGF di Mojokerto karena masih membutuhkan ASI. Pihak kuasa hukum IGF berencana mengajukan pembatalan perjanjian terkait hak asuh anak tersebut dengan bukti-bukti yang ada.
AAS sendiri diketahui merupakan seorang pegawai bank swasta besar di Indonesia. Sementara IGF, yang sebelumnya bekerja, kini fokus pada usaha jualan online. Kasus ini masih dalam penanganan Satreskrim Polrestabes Surabaya, dan diharapkan keadilan dapat ditegakkan bagi korban KDRT ini.(Kdm)
- Dipublikasi Pada 20 Agustus 2025
- Baru Saja di Update Pada Agustus 20, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
