Infosurabaya I Surabaya – Dr. Nabbilah Amir, S.H., M.H., mengangkat isu disharmonisasi pengaturan hak atas tanah pasca Undang-Undang Cipta Kerja dalam sidang terbuka promosi gelar doktor ilmu hukum di Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair), Surabaya. Disertasi ini menyoroti pemisahan hak atas tanah dan ruang atas tanah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 sebagai turunan UU Cipta Kerja.
Nabbilah menjelaskan bahwa pemisahan ini menimbulkan masalah karena pendaftaran ruang atas tanah disamakan dengan tanah itu sendiri. Padahal, keduanya adalah hal yang berbeda dan seharusnya kepemilikannya dipisahkan melalui mekanisme perizinan.
“Latar belakang saya dari Palu, Sulawesi Tengah, yang pernah mengalami gempa, tsunami, dan likuifaksi. Undang-undang ini tidak bisa diterapkan di seluruh daerah, terutama daerah rawan bencana. Berbeda dengan di Pulau Jawa yang minim gempa,” ujarnya usai sidang saat ditemui infosurabaya.com di lantai 11 Gedung Pringgodigdo Unair, Kamis (6/11/2025).
Baca Juga : Model Simulasi Karya Doktor ITS Dukung Kesejahteraan Mitra Ojol
Ia menambahkan bahwa penataan ruang seringkali dikesampingkan, terutama di daerah-daerah yang memiliki struktur tanah yang tidak memungkinkan pembangunan ruang atas tanah. Penelitiannya juga menyoroti pemanfaatan ruang atas tanah di Surabaya, seperti pada Galaxy Mall dan gedung penghubung di Mayapada Hospital serta Rumah Sakit Al-Irsyad.
Nabbilah mencontohkan, di Jakarta, komersialisasi ruang atas tanah sudah marak, bahkan jembatan penghubung mulai diisi pedagang. Menurutnya, UU Cipta Kerja mempercepat proses ini dengan mengembalikan kewenangan pemberian hak atas tanah kepada pemerintah daerah, yang lebih memahami struktur tanah dan pola ruang di wilayahnya.
“Pemerintah daerah harus melihat rencana tata ruang wilayah dan menyinkronisasikannya dengan rencana tata ruang nasional,” tegasnya.
Nabbilah berharap, jika Surabaya akan terus mengembangkan ruang atas tanah, regulasinya harus diperkuat dan diperketat. Aspek pengawasan juga perlu ditingkatkan untuk mencegah penyalahgunaan izin, seperti pemanfaatan ruang atas tanah untuk komersialisasi yang tidak sesuai peruntukan awal. “Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan harus benar-benar dikuatkan,” pungkas Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya dan Advokat di NAMIR & Associates ini.(Kdm)
- Dipublikasi Pada 6 November 2025
- Baru Saja di Update Pada November 6, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
