Infosurabaya I Surabaya – Dana hibah sebesar Rp 23,183 miliar yang berasal dari Pokok-pokok Pikiran (Pokir) DPRD Jawa Timur tahun ini tidak dapat direalisasikan, memicu kritik tajam terhadap perencanaan dan ketelitian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.
Mathur Husyairi, mantan Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim, menyebut kejadian ini sebagai “kecelakaan dalam perencanaan.” Ia mempertanyakan bagaimana dana yang telah melalui serangkaian verifikasi dan dinyatakan lolos oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Jatim bisa gagal terealisasi.
“Ini kan lucu, Rp 23,183 miliar tidak terealisasi di 2025 dan menjadi SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran), baru kemudian bisa digunakan di P-APBD 2026,” ujarnya, Jumat (12/9/2025).
Komisi E DPRD Jatim sebelumnya melaporkan bahwa terdapat tiga penyebab utama gagalnya realisasi hibah pokir. Pertama, 49 lembaga telah menerima hibah serupa pada tahun 2024 dengan nilai total Rp 18 miliar. Kedua, 11 lembaga menyatakan mengundurkan diri dengan nilai Rp 1,680 miliar. Ketiga, 19 lembaga menerima dana ganda (double) dengan nilai Rp 3,503 miliar.
Mathur menyoroti ketidaktelitian TAPD dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sebagai biang keladi masalah ini. “Ketidaktelitian TAPD dan OPD terkait, dan akhirnya ketemunya ketika mereka semestinya sudah merealisasikan anggaran itu,” tegasnya.
“Ini semakin kacau berarti proses perencanaannya di Pemprov Jatim, tidak ada proses pembenahan meskipun sudah diacak-acak KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Seharusnya gubernur malu lah punya TAPD seperti ini, tidak jeli dan tidak teliti,” tambahnya.
Mathur juga menyoroti kontradiksi dalam proses pengusulan anggaran. Menurutnya, DPRD Jatim telah mengusulkan anggaran sejak awal 2024 untuk APBD 2025, namun Pemprov melakukan efisiensi dengan memangkas usulan pokir tanpa konfirmasi.
“Tanpa konfirmasi ke kita, tiba-tiba mereka ngepras seenaknya saja dan ternyata ini terbukti ada Rp 23,183 miliar yang kemudian tidak bisa terealisasi dengan alasan-alasan tadi. Ini lucu!” ucapnya.
Ia mendesak Pemprov Jatim untuk berbenah dan memperbaiki sistem verifikasi. “Ketika memasukkan usulan ke SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah), itu semestinya sudah ada screening-nya sehingga tidak terulang kembali hal yang seperti ini. Bikin malu ini,” ujarnya.
Kasus ini menambah catatan buruk pengelolaan hibah pokir di Jawa Timur. Dalam tiga tahun terakhir, hibah pokir telah menjadi sorotan publik karena diwarnai kasus penyelewengan yang menjerat sejumlah tokoh, termasuk Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024, Sahat Tua Simanjuntak.
Selain Sahat, beberapa pihak lain juga telah divonis terkait kasus ini, termasuk ajudan Sahat, Rusdi, serta Hamid dan Ilham selaku penyuap. KPK juga telah menetapkan 21 tersangka dalam pengembangan perkara Sahat, termasuk tiga pimpinan DPRD Jatim periode 2019-2024, yakni Kusnadi, Achmad Iskandar, Anwar Sadad, serta Mahhud. Namun, hingga kini, para tersangka tersebut belum ditahan.(Kdm)
- Dipublikasi Pada 13 September 2025
- Baru Saja di Update Pada September 13, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
