Kejati sita Rp 47 Miliar-421 USD dari korupsi/” title=”kasus korupsi”>kasus korupsi pengelolaan Kepelabuhan di Pelabuhan Tembaga Probolinggo. (Foto: Istimewa/bs)
Infosurabaya.com – Penyelidikan dugaan korupsi pengelolaan jasa kepelabuhanan di Pelabuhan Tanjung Tembaga Probolinggo terus bergerak. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyita uang dan aset senilai lebih dari Rp47,2 miliar dari PT Delta Artha Bahari Nusantara (PT DABN), selaku pengelola pelabuhan sejak 2017.
Kepala Kejati Jatim Agus Sahat mengatakan penyidikan dilakukan berdasarkan surat perintah tertanggal 31 Juli 2025. Hingga kini, jaksa telah memeriksa 25 saksi serta dua ahli pidana dan keuangan negara.
“Penyidikan dilakukan untuk mengungkap dugaan korupsi dalam pengelolaan jasa kepelabuhanan sejak 2017 sampai 2025,” ujar Agus, Selasa (9/12/2025).
Selain pemeriksaan saksi, tim penyidik menggeledah sejumlah lokasi, termasuk Kantor KSOP Probolinggo, kantor PT DABN di Probolinggo dan Gresik, serta kantor PT Petrogas Jatim Utama (PJU). Penggeledahan dilakukan untuk melengkapi alat bukti penyimpangan pengelolaan pelabuhan.
Dalam upaya pemulihan kerugian negara, Kejati Jatim memblokir 13 rekening PT DABN dan menyita dana Rp33,96 miliar dari lima bank nasional: Mandiri, BRI, BNI, Bank Jatim, dan CIMB Niaga. Penyidik juga mengamankan valuta asing sebesar USD 8.046,95.
Sita lanjutannya berupa enam deposito senilai Rp13,3 miliar dan USD 413.000. Total aset yang diamankan mencapai Rp47,26 miliar dan USD 421.046.
Saat ini, jaksa masih menunggu hasil audit kerugian negara dari BPKP, yang akan menjadi dasar penetapan tanggung jawab hukum para pihak.
Kasus ini bermula dari rencana Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengambil alih pengelolaan Pelabuhan Probolinggo. Namun, Pemprov Jatim saat itu belum memiliki BUMD yang memenuhi syarat sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP).
PT DABN—yang merupakan anak perusahaan PT PJU—kemudian diusulkan sebagai pengelola, meski secara hukum penyertaan modal daerah hanya boleh diberikan kepada BUMD, bukan anak perusahaan. Pengajuan PT DABN ke Kementerian Perhubungan pun dilakukan seolah-olah perusahaan itu adalah BUP milik BUMD.
Keanehan lain muncul dari dokumen konsesi. Perjanjian konsesi ditandatangani pada 21 Desember 2017, tetapi aset yang menjadi syarat utama konsesi baru diserahkan pada 9 Agustus 2021. Selisih empat tahun itu diduga kuat bertentangan dengan ketentuan sektor kepelabuhanan. ((Red))
- Dipublikasi Pada 9 Desember 2025
- Baru Saja di Update Pada Desember 9, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
