Lia Istifhama Dorong Perlindungan Menyeluruh bagi ART, Termasuk Pembatasan Usia hingga Pelatihan – Kabar Surabaya

Surabaya (( Info Surabaya)) – Anggota DPD RI Dr Lia Istifhama, kembali menegaskan pentingnya percepatan regulasi perlindungan bagi Asisten Rumah Tangga (ART). Dorongan ini disampaikan menyusul terus meningkatnya jumlah PRT/ART di Indonesia yang hingga kini masih bekerja tanpa payung hukum memadai.

Berdasarkan Survei ILO dan Universitas Indonesia, jumlah Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia mencapai 4,2 juta orang dan terus mengalami tren peningkatan setiap tahun. Angka tersebut bahkan tercatat tertinggi di dunia, melampaui India (3,8 juta) dan Filipina (2,6 juta).

“Ini ironi besar. PRT adalah kelompok pekerja dengan jumlah sangat besar, tetapi perlindungannya paling rendah. Negara wajib hadir,” tegas Ning Lia sapaan akrab Lia Istifhama.

Data menunjukkan 84 persen PRT adalah perempuan, sementara 14 persen lainnya adalah anak. Kondisi ini membuat mereka berada dalam risiko tinggi eksploitasi, termasuk perdagangan orang (human trafficking).

Perempuan yang juga Keponakan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa itu menilai, ketiadaan regulasi membuat pekerja domestik sangat rentan menghadapi jam kerja berlebihan, tidak memiliki hari libur, tidak mendapat jaminan kesehatan maupun ketenagakerjaan, hingga mengalami kekerasan fisik, ekonomi, dan psikis.

“PRT bekerja dalam ruang privat, sehingga potensi kekerasan dan eksploitasi sangat tinggi. Mereka perlu perlindungan hukum yang tegas, termasuk pembatasan usia minimal agar anak-anak tidak lagi terjebak menjadi pekerja domestik,” ujar Ning Lia, senator yang beberapa waktu lalu didapuk jadi Wakil Rakyat Terpopuler dan Paling Disukai versi ARCI 2025 tersebut.

Dalam berbagai forum, senator cantik asal Jatim itu mendorong agar regulasi perlindungan PRT mencakup pembatasan usia minimal ART untuk mencegah pekerja anak, jam kerja yang manusiawi dan hari libur yang jelas hingga perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, dan pelecehan.

“ART harus diperlakukan layaknya pekerja formal. Tidak boleh lagi dianggap sebagai ‘pengangguran’ atau pekerjaan informal yang tak diakui negara,” tegas Ning Lia, peraih DetikJatim Award 2025 itu.

Alumni Doktoral Uinsa itu juga berharap adanya peningkatan kompetensi ART, agar mereka dapat bekerja dengan aman, profesional, dan terlindungi. Ia mendorong pemerintah untuk menyediakan pendidikan dan pelatihan gratis melalui Balai Latihan Kerja (BLK) yang dapat diakses baik di daerah asal maupun lokasi bekerja.

Pelatihan yang diwajibkan meliputi pendidikan berbasis perlindungan – peningkatan kesadaran hukum, pengetahuan tentang hak-hak pekerja, keselamatan kerja, serta mekanisme pengaduan. Hingga, Pendidikan keterampilan kerja – pengetahuan teknis sesuai kebutuhan pekerjaan domestik.

“Ketika negara memberikan pelatihan dan perlindungan, posisi tawar ART akan meningkat dan risiko kekerasan berkurang. Ini juga akan memberi manfaat bagi majikan karena pekerja lebih terampil,” jelas Ning Lia, yang juga akademisi, aktivis dan pemeharti lngkungan tersebut.

Menurut putri KH Maskur Hasyim itu, penyebab utama kerentanan PRT adalah karena mereka belum sepenuhnya diakui dalam undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia.

“Sudah saatnya negara mengakui PRT sebagai pekerja yang memiliki hak. Mereka bukan sekadar ‘pembantu’, melainkan bagian dari angkatan kerja yang menyumbang kelancaran ekonomi rumah tangga,” tandas senator yang meraih DetikJatim Award 2025 tersebut. (*)

Continue Reading