infoSurabaya | Surabaya– Inovasi camilan sehat berbasis cita rasa lokal kembali lahir dari tangan mahasiswa. Tiga mahasiswi Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra (UC) Surabaya, berhasil menciptakan keripik oat berbahan sayur asem yang mengantarkan mereka menembus Top 4 SIAL Innovation, ajang inovasi pangan internasional dalam rangkaian SIAL Interfood Jakarta.
Ketiga mahasiswi tersebut adalah Devina Angela, Melvina Tjian, dan Cindy Kristina. Mereka membuktikan bahwa kreativitas kuliner dapat tumbuh dari bahan-bahan lokal sederhana, sekaligus menjawab kebutuhan masyarakat akan camilan yang lebih sehat.
Inovasi ini berawal dari pengalaman mereka mengolah berbagai bahan pangan menjadi keripik, seperti stroberi, nanas, dan jagung. Berangkat dari keberhasilan tersebut, ketiganya kemudian ingin menghadirkan produk yang lebih otentik dan merepresentasikan kekayaan rasa Indonesia. Pilihan pun jatuh pada sayur asem, hidangan khas Nusantara yang akrab di lidah masyarakat.
Terinspirasi dari produk fermentasi kimchi asal Korea Selatan, mereka mengadaptasi karakter rasa asam segar sebagai identitas utama keripik. Namun, keunikan produk ini terletak pada proses pengolahannya yang berbeda dari keripik pada umumnya.
“Yang membuat keripik ini berbeda adalah proses pengolahannya. Kami memanfaatkan seluruh serat sayuran tanpa penggorengan. Ditambah serat dari oat, sehingga keripik sayur asem ini jauh lebih sehat untuk dikonsumsi,” ujar Devina Angela.
Seluruh bahan, seperti labu siam, jagung, kubis, serta campuran oat dihaluskan dan dibumbui dengan gula Jawa, asam Jawa, serta rempah khas sayur asem. Adonan kemudian dicetak dan dikeringkan selama 20 jam pada suhu 80 derajat Celsius menggunakan mesin dehydrator. Metode ini bertujuan menjaga tekstur tetap renyah tanpa tambahan minyak, sekaligus mempertahankan kandungan serat dan vitamin.
“Kami ingin menciptakan camilan yang lebih sehat, tetap menggugah selera, tanpa menghilangkan rasa asli sayur asem,” tambah Devina.
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang gemar mengemil menjadi alasan utama pemilihan bentuk keripik. Produk ini juga dirancang praktis, mudah dibawa, dan cocok sebagai oleh-oleh dengan cita rasa lokal yang kuat.
Meski demikian, proses pengembangan produk tidak berjalan mudah. Kompleksitas komposisi sayur asem membuat mereka harus melalui serangkaian uji coba selama hampir satu minggu penuh. Tantangan terbesar adalah menemukan keseimbangan rasa manis, asam, dan aroma sayuran, sekaligus menjaga tekstur agar tidak terlalu berat saat dikonsumsi.
“Butuh banyak percobaan sampai kami menemukan komposisi paling pas,” ungkap Melvina Tjian.
Dari sisi gizi, keripik ini tergolong ringan. Dalam satu takaran saji 20 gram, terkandung energi 20 kkal, karbohidrat 4 gram, dan natrium 160 mg. Dengan kandungan serat alami dari sayuran, produk ini menyasar konsumen yang menginginkan camilan sehat tanpa kehilangan sensasi renyah.
Inovasi tersebut berhasil membawa tim Universitas Ciputra menjadi salah satu wakil Indonesia di ajang SIAL Innovation. Dari berbagai negara peserta seperti Korea Selatan, Malaysia, hingga Filipina, keripik sayur asem ini mampu masuk 10 besar dan melaju ke posisi Top 4. Korea Selatan mengusung produk berbasis kimchi, sementara tim UC menghadirkan cita rasa asam-manis khas Nusantara yang mendapat respons positif dari juri internasional.
“Kompetisi ini menjadi langkah awal bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi potensi makanan Indonesia,” ujar Kaprodi Teknologi Pangan UC, Mitha Ayu Pratama Handojo, S.TP., M.Sc.Menurutnya, penggunaan sayuran asli yang diolah menjadi chips padat serat menjadi nilai unggulan produk tersebut.
Saat ini, keripik berbentuk bulat tersebut mulai dipasarkan melalui media sosial dengan sistem pre-order. Produk dijual seharga Rp25.000 per kemasan 20 gram. Meski masih dalam skala kecil, pesanan rutin mengalir setiap bulan. Bahkan, saat dipamerkan di Jakarta, permintaan meningkat signifikan hingga mencatatkan omzet dua digit.
Ke depan, ketiganya tengah memproses pendaftaran paten sekaligus menyiapkan pengembangan varian rasa baru. “Inovasi ini bukan hanya soal keripik, tetapi tentang bagaimana generasi muda memanfaatkan kekayaan bahan lokal, teknologi pangan, dan semangat eksplorasi untuk menembus panggung internasional,” pungkas Mitha.(bro)
- Dipublikasi Pada 14 Desember 2025
- Baru Saja di Update Pada Desember 14, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
