infosurabaya I Surabaya– Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jawa Timur membongkar sindikat perdagangan orang (TPPO) yang mengirimkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Jerman secara ilegal. Satu tersangka, TGS alias Y (49) warga Pati, Jawa Tengah, telah ditangkap.
Kasus ini bermula dari laporan polisi pada 5 Maret 2025 terkait penempatan PMI yang tidak memenuhi syarat. Peristiwa penempatan PMI ilegal tersebut terjadi pada Juni 2024 di Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun.
Modus operandi tersangka adalah merekrut dan menempatkan calon PMI ke Jerman tanpa memenuhi persyaratan, seperti ID dari Disnaker, sertifikat kompetensi, dan nomor kepesertaan jaminan sosial.
Baca Juga : Polda Gelar Safari Generasi Emas Anti Narkoba di Bondowoso
Para calon PMI diarahkan untuk mencari suaka di Jerman sebagai cara untuk mendapatkan pekerjaan dan izin tinggal. Informasi awal diperoleh dari Atase Kepolisian RI di KBRI Berlin pada 17 Februari 2025.
“Kejadiannya di Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, kasus ini terjadi pada Juni 2024,” jelas Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, Jumat (25/7/2025)
Tiga korban, WA, TW, dan PCY, masing-masing membayar Rp 40 juta, Rp 32 juta, dan Rp 23 juta kepada tersangka untuk proses keberangkatan. Tersangka mengurus sebagian dokumen persyaratan visa dengan bantuan PAA alias T.
TW dan WA diberangkatkan pada Agustus 2024, sementara PCY pada Oktober 2024. “Sesampainya di Jerman, mereka diarahkan ke Kamp Pengungsi Suhl Thuringen dan mendaftarkan diri sebagai pencari suaka dengan alasan yang dibuat-buat,” terangnya.
TW mengaku mengalami KDRT, WA mengaku ditinggal agen travel, dan PCY mengaku ingin mencari pekerjaan di Jerman karena minimnya peluang kerja di Indonesia dan masalah dengan pacarnya.
Saat ini, ketiganya masih dalam proses pengajuan suaka dan telah mendapatkan Ausweiss (kartu identitas) dari kamp, serta mendapatkan izin tinggal sementara, tempat tinggal, makan, dan uang akomodasi. TW dan WA mengikuti seleksi kerja namun tidak lolos, sementara PCY telah bekerja di Resto Susi Circle.
Tersangka dijerat dengan Pasal 81 Jo Pasal 69 atau Pasal 83 Jo Pasal 68 Jo Pasal 5 Huruf (b), (c), (d) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara atau denda Rp 15 miliar.
Proses deportasi ketiga korban bukan wewenang kepolisian, namun pihak berwenang akan berkoordinasi terkait hal ini. “Tersangka mengetahui Kamp Suhl Thuringen karena pernah memasukkan anaknya ke sana selama dua minggu,” tukasnya.(Kdm)
- Dipublikasi Pada 25 Juli 2025
- Baru Saja di Update Pada Juli 25, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
