Surabaya (( Info Surabaya)) — DPRD Kota Surabaya kembali menggerakkan agenda legislasi prioritas melalui Rapat Paripurna yang membahas tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) prakarsa dewan, Senin (8/12/2025). Rapat yang berlangsung sejak pukul 13.53 WIB itu dihadiri Sekda Kota Surabaya, pimpinan BUMD, kepala OPD, anggota legislatif, hingga para tamu undangan.
Dalam agenda resmi, pimpinan sidang menyampaikan landasan hukum pembahasan raperda sebagaimana hasil kerja Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) yang telah dilaporkan melalui surat tertanggal 6 November 2025.
Tiga raperda yang masuk sebagai prakarsa DPRD meliputi:
1. Perubahan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR),
2. Perubahan Perda Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat,
3. Raperda Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Ketua Bapemperda, Hj. Enny Minarsih, tampil menyampaikan penjelasan resmi sekaligus menegaskan urgensi tiap raperda yang diajukan.
Kesehatan Ibu-Anak Jadi Sorotan Utama DPRD
Dalam paparannya, Enny menempatkan Raperda KIA sebagai kebutuhan mendesak. Menurutnya, tingginya angka kematian ibu (AKI) dan bayi secara nasional perlu menjadi peringatan keras bagi daerah, termasuk Surabaya.
“Tingginya angka kematian ibu dan bayi menjadi perhatian serius. AKI di Indonesia mencapai 189 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2020, salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara,” tegasnya.
Ia menilai kebijakan daerah harus lebih progresif dalam memperkuat layanan kesehatan dasar, menambah tenaga medis, serta memperluas akses pemeriksaan dini bagi ibu hamil. “Faktor sosial ekonomi, keterlambatan penanganan darurat, hingga rendahnya akses kesehatan harus diantisipasi dengan kebijakan yang berbasis kebutuhan nyata di lapangan,” jelasnya.
Raperda KIA yang diinisiasi Komisi D ini menjadi salah satu instrumen legislasi untuk mempercepat pencapaian target SDGs 2030 yang kini dinilai masih jauh dari harapan.
Aturan Ketertiban Umum Dirombak: Penyesuaian dengan Situasi Sosial dan Hukum Mutakhir
Bapemperda juga menilai Perda tentang Ketertiban Umum sudah tidak mampu menjawab dinamika masyarakat urban. Banyak ketentuan lama dianggap tidak relevan dengan situasi sosial maupun perkembangan hukum nasional saat ini.
“Ketentuan dalam peraturan daerah sebelumnya sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum. Pembaruan aturan penting untuk memberikan kepastian hukum dan menjawab persoalan lapangan saat ini,” papar Enny.
Pembahasan raperda ini diprediksi akan menyentuh isu-isu krusial seperti pengawasan aktivitas masyarakat di ruang publik, penanganan gelandangan dan pengemis, hingga penguatan peran Satpol PP.
Perda Kawasan Tanpa Rokok Direvisi: Sesuaikan dengan UU Kesehatan Baru
Sementara itu, revisi Perda Kawasan Tanpa Rokok menjadi keharusan setelah terbitnya regulasi kesehatan terbaru di tingkat nasional.
“Perda Nomor 2 Tahun 2019 berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta PP Nomor 28 Tahun 2024,” jelas Enny.
Salah satu poin krusial yang harus disesuaikan adalah ketentuan sanksi, termasuk denda maksimal Rp50 juta, yang kini harus selaras dengan kebijakan pemerintah pusat agar tidak menimbulkan tumpang tindih hukum.
Continue Reading
- Dipublikasi Pada 8 Desember 2025
- Baru Saja di Update Pada Desember 8, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
