infoSurabaya| Surabaya Sengketa tanah pekarangan di kawasan Tambak Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut, Surabaya kembali memanas. Seorang warga setempat bernama Permadi kembali dipersoalkan oleh sejumlah warga bernama Weli yang mengaku tanahnya di pasangi paving untuk fasilitas umum dan jalan.
Dalam unggahan video, di channel Youtube Armuji Wakil Walikota Surabaya, Weli mengadukan bahwa tanahnya, dipasangi paving blok, untuk fasilitas umum, berupa lapangan olah raga dan jalan. Dalam video tersebut juga ,Armuji melakukan sidak di lapangan, dan menyuruh warga untuk membongkar paving tersebut. Dalam vidio tersebut Armuji juga melontarkan kata kata yang kurang pantas sebagai pihak Pemerintahan.
Menanggapi hal ini, Permadi dan warga RT 11 RW 02 mengaku bahwa , pemasangan paving ini dilakukan oleh warga yang didukung oleh Permadi. Mereka mengaku bahwa ini, adalah tanah fasum milik warga, dan dipasangi paving block untuk kepentingan warga. Bahkan warga juga telah memasang plang pengumuman atas status tanah.
Pengkuan warga ini, berdasarkan site plan pengembang PT Dwi Jaya Surya, dan sesuai dengan rancana tata kota Pemeirntah Kota Surabaya, melalui Perda kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014, tentang rencana tata ruang daerah kota Surabaya tahun 2014 hingga 2034.
Dari keterangan Permadi, sengketa ini berawal dari akses jalan depan tanah pekarangannya didirikan bangunan oleh saudara MU dan tembok bangunan oleh saudara S, yang mana membuat Permadi tidak bisa masuk ke pekarangan tanahnya.
“Saya sudah pernah membuat laporan di kepolisian tahun 2022 pengaduan kemudian dilanjutkan dilempar kelurahan, Saya dari kelurahan dilempar ke pengadilan, nah kemudian di tengah jalan sebelum ke pengadilan saya sudah mencoba laporan ke Dinas Cipta Karya maupun Satpol PP Kota Surabaya yang jelas menyatakan bahwa memang di tanah depan saya peruntukannya adalah jalan jadi bukan rumah tinggal ,” katanya, Sabtu (4/10/2025).
Belakangan diketahui ternyata saudara MU dan S, membangun bangunan di tanah tersebut tidak memiliki izin, untuk mendirikan bangunan. Kemudian di tengah jalan dalam mediasi di pengadilan saya menawarkan sebuah ganti rugi karena menurut undang-undang pasal 667 dan 668 KUH Perdata, diperbolehkan ada tanah terkurung jadi harus ada akses masuk.
“Dimana ganti ruginya ternyata S meminta ganti rugi sebesar 800 juta rupiah saudara MU meminta ganti rugi 1,5 miliar yang itu bagi saya adalah memberatkan karena nilai yang dirugi tersebut sudah 45 kali dari tanah yang saya beli makanya dari situlah saya langsung melakukan tindakan untuk melindungi harta saya kehormatan saya dan kemerdekaan saya dengan melakukan pembongkaran sesuai dengan akses jalan yang sesuai dengan cipta karya. Jadi dasar saya pembongkaran hanya mengembalikan fungsi yang seharusnya jalan atau fasum, menjadi jalan atau fasum kembali bukan bangunan rumah,” terang Permadi.
Karena tidak sabar setelah melakukan somsi dan pelporan, Permadi berinisitif melakukan pembongkaran terhadap bangunan yang berdiri di atas akses jalan menuju pekarangannya. Aksi ini. dilakukan sebagai bentuk upaya melindungi hak atas tanah dan mengembalikan fungsi lahan sesuai peruntukannya.
Permadi mengklaim sebagai pemilik sah lahan tersebut berdasarkan sertifikat tanah yang telah diverifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia menyebut bangunan milik warga berinisial MU dan S berdiri di atas tanah yang semestinya menjadi jalan umum.
“Dasar saya melakukan pembongkaran hanya untuk mengembalikan fungsi tanah yang seharusnya jalan. Saya sudah mengantongi izin mendirikan bangunan dan hasil pengecekan batas dari BPN yang menyatakan sertifikat saya valid,” tegas Permadi.
Menurut Permadi, upaya penyelesaian secara hukum telah ditempuh sejak tahun 2022, Ia mengaku sempat menawarkan kompensasi pembukaan akses jalan sesuai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), tetapi permintaan ganti rugi dari pihak lawan dianggap terlalu besar.
“Mereka minta Rp800 juta bahkan Rp1,5 miliar. Itu jelas tidak masuk akal karena nilainya jauh melebihi harga tanah saya. Saya anggap itu sudah mengarah pada dugaan pemerasan,” ujarnya.
Permadi menambahkan, pengajuan izin bangunan milik M dan S pernah ditolak oleh Dinas Cipta Karya Kota Surabaya karena lahan tersebut tercatat sebagai fasilitas umum dalam dokumen tata ruang.
Sementara itu, Ahmad Anshori, selaku keamanan lingkungan RT 11 RW 2 Medokan Ayu, membenarkan adanya perselisihan tersebut. Ia menjelaskan bahwa sebagian besar warga membeli rumah dari pengembang, dan akses jalan sudah disediakan sejak awal pembangunan kawasan.
“Kalau sesuai peta, lokasi itu memang jalur delta yang peruntukannya untuk jalan. Jadi warga hanya mengikuti ketentuan dari pengembang. Kami tidak merasa merampas hak orang lain,” tutur Anshori.
Ia juga mengku untuk membongkr paving yang telah di pasng ini, warga akan melakukan pertemuan , dan tak serta amerta membongkar krena inifasum yang di gunakan bersama sama oleh seluruh warga.
Warga berharap persoalan ini, dapat diselesaikan secara hukum tanpa menimbulkan ketegangan di lingkungan. Saat ini, kasus tersebut telah memasuki, tahap persidangan perdata, dengan agenda pemeriksaan saksi.
Permadi sendiri menegaskan kesiapannya untuk bersikap kooperatif terhadap aparat penegak hukum dan menghormati setiap keputusan pengadilan.
“Saya bukan orang yang kabur dari hukum. Kalau negara menyatakan saya salah, saya siap jalani. Bagi saya, ini perjuangan melindungi hak saya,” pungkasnya.(bro)
- Dipublikasi Pada 5 Oktober 2025
- Baru Saja di Update Pada November 20, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
