Tak Hormati Hukum Indonesia, Trentwood Dianggap Berbisnis Tanpa Etika (foto ilustrasi)
infosurabaya.com | GRESIK – Sebuah Kerjasama bisnis antara Perusahaan Indonesia dengan Pihak asing tentu sudah bukan hal yang asing bagi para pengusaha di Tanah Air, yang dimana Kerjasama ini dibangun atas dasar saling percaya dan semangat kemitraan yang tentunya bertujuan untuk hal yang lebih baik bagi kedua perusahaan maupun bagi Negara domisili masing-masing perusahaan tersebut. Namun naas hal tersebut di atas tidak dialami dan dirasakan oleh PT. BUANA TRIARTA, perusahaan pengelolaan kayu asal Semarang, Jawa Tengah, saat “bekerjasama” dengan TRENTWOOD, sebuah perusahaan asal Belanda yang justru memperlihatkan potret “buram” dari dunia perdagangan Internasional yang timpang dan merugikan pihak lokal.
Kerjasama ini awalnya berjalan dengan baik, dimana pihak BUANA TRIARTA secara kons*reden mengirimkan barang sesuai dengan kesepakatan, dengan menggunakan s*redem Free On Board (FOB), yang secara umum berlaku dalam perdagangan Internasional. Dalam s*redem ini, tanggung jawab dan risiko atas barang berpindah dari penjual ke pembeli saat barang telah dimuat di kapal. Artinya, setelah barang dikirim sesuai prosedur, kewajiban dari pihak lokal dalam hal ini pihak BUANA TRIARTA berpindah tangan menjadi tanggung jawab dari pihak TRENTWOOD. Bahkan, untuk memastikan kualitas barang, pihak TRENTWOOD menunjuk seorang pemeriksa lokal independent yang bernama Al Hadi Yusoef.
Namun, semua berubah Ketika pihak TRENTWOOD tiba-tiba menolak melakukan pembayaran termin berikutnya dengan alasan bahwa barang yang dikirim oleh pihak BUANA TRIARTA tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta. Padahal, barang tersebut harusnya sudah diperiksa menggunakan jasa dari pihak yang justru ditunjuk oleh pihak TRENTWOOD sendiri. Usut punya usut ternyata checker atau pemeriksa dalam hal ini Al Hadi mengakui bahwa ia tidak perlu melakukan pemeriksaan karena menganggap barang tersebut sudah terbungkus rapi sehingga tidak perlu diperiksa.
Melihat ketidakadilan ini, pihak BUANA TRIARTA menggandeng ASP LAW OFFICE sebagai kuasa hukum resmi dan menggugat pihak TRENTWOOD beserta Al Hadi ke Pengadilan Negeri Gresik untuk menegakkan keadilan sebagaimana mestinya. Tapi alih-alih menyambut proses hukum secara profesional, pihak TRENTWOOD justru tidak hadir dalam persidangan perdana, bahkan tidak mengirimkan perwakilan ataupun menunjuk kuasa hukum yang berwenang mewakili pihak mereka dalam menghadiri persidangan tersebut. Pemanggilan oleh pengadilan pun tertunda sehingga menyebabkan Pihak BUANA TRIARTA yang diwakili oleh tim ASP LAW OFFICE harus kembali menunggu selama 6 bulan untuk pemanggilan pihak TRENTWOOD.
Anthonius Adhi S., S.H., M.Hum., C.Med., CLTP., CMLE., CCLA. selaku Managing Partner dari ASP LAW OFFICE menuturkan, “Ini bukan hanya sekedar Prosedural, ketidakhadiran mereka (TRENTWOOD) adalah bentuk nyata dari perilaku dan itikad tidak baik yang sering terjadi dalam perdagangan Internasional yang dimana hal ini merupakan suatu bentuk wanprestasi dan ketiadaan itikad baik. Mereka (TRENTWOOD) ingin menikmati manfaat bisnis di Indonesia, tapi menolak tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia Ketika timbul sengketa.”
Ketidakhadiran TRENTWOOD tidak hanya merugikan pihak BUANA TRIARTA secara materiil dan reputasi, tetapi juga memberikan preseden buruk bagi perdagangan Internasional di Indonesia khususnya di sektor pengelolaan kayu. Kasus ini mencerminkan kelemahan struktural s*redem penegakkan hukum di Indonesia, dimana ketika perusahaan asing tidak memiliki perwakilan hukum tetap, proses penyelesaian sengketa menjadi lambat, mahal dan tidak efektif.
ASP LAW OFFICE juga menilai bahwa ke depan harus ada regulasi tegas yang mewajibkan setiap entitas asing yang ingin rutin bertransaksi memiliki perwakilan hukum resmi di Indonesia.
“Tanpa itu, pelaku usaha lokal akan selalu berada dalam posisi lemah saat sengketa terjadi,” tambah founder dan ex-Managing Partner ANSUGI tersebut.
Pihak BUANA TRIARTA melalui ASP LAW OFFICE tetap berkomitmen menuntaskan perkara ini melalui jalur hukum, demi prinsip dan keadilan dimana pihak BUANA TRIARTA melihat bahwa ini bukan hanya soal nominal dan sebagainya melainkan tentang suatu aksi nyata dalam penegakkan hukum, kedaulatan, dan perlindungan terhadap eksportir lokal yang beritikad baik.
Kasus ini menjadi Pelajaran penting bagi setiap pelaku usaha di tanah air, dimana hal-hal serupa sering terjadi, bahkan akan mungkin terjadi, dan bisa jadi lebih parah dari yang dialami oleh BUANA TRIARTA. Untuk mencegah hal tersebut harus dipastikan kontrak dagang mencantumkan kewajiban perwakilan hukum dari mitra asing, dan jangan ragu untuk meminta nasehat atau pendampingan hukum dari ahli hukum dalam proses pembuatan kontraknya. (*red/*red)
- Dipublikasi Pada 19 Agustus 2025
- Baru Saja di Update Pada November 20, 2025
- Temukan Kami di Google News
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
